Rabu, 24 Maret 2010

KONSISTENSI UNTUK LEMBALI KE KHITAH

KEINGINAN untuk dekat dengan kekuasaan rupanya menjadi hasrat yang sulit dibendung para elite organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama (NU).

Dua kandidat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sowan ke kediaman pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor, pekan lalu. Mereka adalah KH Salahuddin Wahid dan KH Said Aqil Siradj.

Komentar kritis datang dari berbagai kalangan.

Kekhawatiran bahwa aksi sowan keduanya akan membuat NU kian terseret ke dalam politik praktis pun mengemuka. Perilaku politik Gus Solah dan Said Aqil itu dikhawatirkan membuat NU sebagai organisasi sosial keagamaan menjadi kian rawan intervensi pemerintah.

Atas kritik seperti itu baik Gus Solah maupun Said Aqil memiliki argumennya sendiri-sendiri. Tetapi apa pun alasannya, menemui presiden di saat-saat menjelang muktamar seperti ini mempertegas kebiasaan mohon restu kepada penguasa. Kebiasaan yang kemudian menumbuhkan kultur dependensi.

Bukan kali ini saja NU dihadapkan pada situasi untuk mendekat atau menjauh dari kekuasaan. Sejak KH Hasyim Asy'ari bersama KH Wahab Chasbullah mendirikan NU dengan semangat Khittah 1926, entah sudah berapa kali NU menyerukan untuk kembali ke khitah. Artinya entah berapa kali NU atau para pemimpin NU sesungguhnya telah keluar dari rel dan harus dikembalikan lagi kepada jalur yang ditetapkan para pendirinya sendiri.

Kelahiran Partai Kebangkitan Bangsa dan terpilihnya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai Presiden Keempat RI adalah salah satu di antara titik-titik puncak ketika kaum sarungan sangat dekat dengan kekuasaan atau bahkan berada dalam kekuasaan dan berkuasa.

Sesungguhnya opsi dan keputusan untuk memilih mendekat atau menjauh dari kekuasaan ada pada kaum nahdiyin sendiri. Mendekat atau menjauh, semuanya sah-sah saja dilakukan. Asalkan dilakukan dengan cara-cara yang patut, konsisten, dan konsekuen. Masuk ke politik praktis untuk mendekat atau meraih kekuasaan kendaraannya adalah partai politik. Sangat tidak tepat dan tidak terpuji menggunakan ormas seperti NU sebagai kendaraan untuk itu.

Karena itu, membuat NU rawan intervensi pemerintah jelas tidak terpuji. Apalagi membuatnya bergantung kepada negara. Mengapa para calon Ketua PBNU harus menghadap penguasa sebelum mengikuti muktamar? Mengapa Muktamar NU harus dibuka presiden, bukan oleh tokoh NU sendiri?

Mestinya NU menjadi lembaga pemberdayaan umat yang mandiri. Kuncinya ada di tangan para pemimpin NU yang kini sedang bermuktamar.

Para pemimpin NU semestinya menjadi lokomotif yang mampu menarik gerbong kaum nahdiyin ke arah pemberdayaan. Jangan sampai mereka menjadi lokomotif yang meninggalkan gerbong nahdiyin melaju ke arah kekuasaan dengan kendaraan ormas.

1 komentar:

  1. Best Slots Provider Reviewed | CasinoGrounds
    Slots provider CasinoGrounds 공주 출장샵 is a trusted online gaming news site with a long-standing track record 군산 출장샵 in terms of 익산 출장안마 the quality of 안동 출장마사지 service,

    BalasHapus